Yayasan Tri Dharma Tegal

Berkenaan dengan Perayaan Sejit YM Konco Ceng Gwan Cin Kun, Pengurus Yayasan Tri Dharma Tegal  menyuguhkan sebuah Pagelaran Gamelan Pusaka “Kyai NAGA MULYA”. Pagelaran  dilaksanakan di halaman Kelenteng Tek Hay Kiong Tegal pada hari Selasa, 11 Juli 2023.

Sebagai Ketua Umum Yayasan Tri Dharma Tegal, Gunawan  Lo Han Kwee menjelaskan bahwa acara ruwat ini tidak hanya menggunakan budaya dan adat Taoisme/Tionghoa, melainkan melibatkan dengan budaya dan adat Jawa.

“Sengaja kami padukan antara budaya Tionghoa dan Budaya Jawa dalam ritual ini. Hal ini untuk menunjukkan adanya akulturasi yang nyata. Khususnya di Klenteng Tek Hay Kiong  Tegal. Budaya atau adat Tionghoa dapat disandingkan dengan budaya atau adat Jawa” ungkap Gunawan.

Lebih lanjut lagi disampaikan pagelaran malam ini bukan sekedar hiburan semata. Alunan gamelan juga merupakan doa kepada Tuhan. Permohonan supaya manusia mendapatkan keberkahan.

Menurut penuturan Profesor Dr. K.R.T. Purwo Susungko, M.Pd selaku Romo Rsi Kejawen Maneges, dan pegiat budaya, acara ruwat Gamelan Pusaka “Kyai Naga Mulya” tidak hanya ditampilkan dalam pagelaran malam hari. Siang hari dikeluarkan. Gamelan dibersihkan setelah itu dikembalikan ke tempat semula.

“Pada siang hari tadi gamelan pusaka Kyai Naga Mulya dikeluarkan pada pukul 13.00 WIB. Setelah dibersihkan, gamelan dikembalikan lagi ke tempat semula” jelasnya melalui pesan di Whatsapp.

Walaupun masih di bawah kelas gamelan “Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogo Wilaga” milik Keraton Yogyakarta, Gamelan Kyai Naga Mulya layak dan pantas disebut  gamelan berkwalitas bagus di Jawa. Gamelan ini merupakan pusaka milik Klenteng yang sudah berdiri sejak Tahun 1760.

Melansir muria.tribunnews.com, gamelan tersebut dipesan dan dibuat oleh seorang empu di Purworejo. Tepatnya pada Tahun 1861. Pada waktu itu, pengurus klenteng memainkan gamelan dalam pagelaran. Sekarang sudah tidak lagi dimainkan.

Bila menelisik gamelan itu, terdapat tiga kontur yang mengindikasikan tiga paduan budaya. Naga Tiongkok merupakan ornamen budaya china. Ukiran mahkota merupakan ornamen budaya Belanda dan Jawa. Menjadi paduan yang serasi.

Walikota Tegal, melalui Kabag. Kesra Kota Tegal menyambut baik adanya pagelaran yang nguri-uri budaya. Dengan cara seperti itu, budaya luhur warisan nenek moyang tidak terkikis dengan kemajuan jaman.

“Pagelaran ini dapat dijadikan kerukunan antar umat beragama. Masyarakat Kota Tegal harus dapat saling asih, asah, dan asuh. Mari kita jaga budaya ini dengan kearifan lokal” ujarnya dalam sambutan yang dihadiri oleh utusan Pemkot, Kesbangpol, Kesra, Kemenag, Kejari, FKUB, PC NU, Petanesia, Banser dan tamu undangan yang memadati halaman klenteng.

Secara khusus, Ketua Yayasan mengundang kehadiran Paguyuban Kusuma Handrawina Wewangkon Tegal. Paguyuban kepanjangan tangan dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Dari salah satu anggota paguyuban, R.T. Bambang Koco menyambut baik atas undangan itu, sebagai bukti kerjasama antara pemerintah dan Keraton Surakarta.

“Sebagai anggota paguyuban kami merasa bersyukur di undang oleh Pengurus, mengingat fungsi paguyuban ini tidak sekedar memperhatikan budaya Jawa. Lebih dari itu, untuk mengenalkan dan melestarikan tradisi Keraton Kasunanan Surakarta, melalui kerjasama antara pemerintah dan masyarakat” pungkas Bambang.

Adapun empat orang pemerhati budaya dari paguyuban yang hadir adalah Profesor Dr. Purwo Susongko, M.Pd. Pdt. Dr.  Sugeng Prihadi, M.Min, M.Th, Bambang Koco dan Vincent.

Malam itu, alunan gending gamelan menghibur dan memuaskan hadirin. Mereka  sengaja untuk menikmati merdunya suara gamelan. (K.R.T.)

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *