SLAWI — Siang di Slawi pada Minggu (16/11/2025), berubah menjadi lautan massa ketika genderang dibunyikan dan pintu Klenteng Hok Ie Kiong  terbuka. Dari dalamnya, Toapekong, tandu suci yang menjadi simbol kehadiran Kongco Liem Thay Soe, diangkat perlahan oleh para pembawa tandu. Riuh tepuk tangan masyarakat pun langsung pecah, menandai dimulainya Kirab Ritual Budaya, puncak perayaan Hari Kebesaran (Seng Thian) Kongco Liem Thay Soe Tahun 2576/2025.

Bukan sekadar prosesi rutin, kirab ini menjadi peristiwa yang mempertemukan identitas budaya, spiritualitas, dan kebersamaan. Bagi umat Tridharma dan Konghucu, penghormatan kepada Liem Thay Soe bukan hanya ritual, tetapi juga cara merawat warisan leluhur. Klenteng menjadi ruang yang menyatukan warga, tempat tradisi hidup dan tumbuh, terutama melalui kirab tahunan yang menjadi denyut kebudayaan Tionghoa di Kabupaten Tegal.

Simbol Spiritualitas dan Harmoni

Di sepanjang rute menuju GBN Slawi, masyarakat tumpah ruah menyaksikan para pembawa Toapekong memutar tandu, aksi yang diyakini sebagai simbol kehadiran energi spiritual Liem Thay Soe, sang guru suci. Di antara asap dupa dan dentuman tambur menambah sakralnya rangkaian ritual.

Kirab tahun ini terasa semakin megah. Sebanyak 68 klenteng dari berbagai kota Jakarta, Semarang, Bandung, Palembang, Tangerang, hingga Manado, hadir memeriahkan. Ketua Yayasan Adhi Dharma, Indra Kurniawan, menjelaskan bahwa total peserta 68 klenteng. “Festival kuliner pun diikuti 118 UMKM, menjadikan kegiatan ini bukan hanya budaya, tetapi juga ruang pemberdayaan ekonomi,” ujarnya.

Bupati Ikut Menggotong

Bupati Tegal, H. Ischak Maulana Rohman, SH membuka langsung gelaran kirab. Tak sekadar meresmikan, ia ikut menggotong Toapekong bersama Anggota DPR RI Dr. Ir. Harris Turino Kurniawan, M.Si., M.M  dan perwakilan klenteng.

“Saya ikut memanggul dan berjalan sekitar 100 meter. Berat sekali, tapi ini pengalaman yang luar biasa,” ucapnya sambil tersenyum. Ia menilai kirab ini membawa “multi efek ekonomi” bagi daerah. “Jika satu klenteng membawa 50 orang, berarti ada 3.400 orang datang ke Slawi. Hotel penuh, kuliner laris, dan wisata ikut terangkat.”

Lintas Agama Turut Meriahkan

Kirab melibatkan partisipasi lintas agama dan kepercayaan. Gereja Kristen Jawa (GKJ) Slawi turut ambil bagian, menambah nuansa harmoni yang hangat. Yermi Arnani, perwakilan GKJ Slawi, tak bisa menyembunyikan rasa harunya.

“Senang bisa ikut memeriahkan. Melihat berbagai latar belakang saling mendukung itu indah rasanya. Semoga semakin banyak yang terlibat,” ujar Yermi.

Menjaga Warisan, Menguatkan Kebersamaan

Tiga hari rangkaian perayaan. Dari tanggal 14 hingga 16 November 2025, membuktikan bahwa tradisi Tionghoa bukan hanya milik satu komunitas, tetapi bagian dari kekayaan budaya nasional. Dalam arak-arakan itu, orang Tionghoa, Jawa, Islam, Kristen, Hindu. Buddha. Katolik dan Konghucu serta Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa hingga pedagang UMKM saling menyapa, saling berbagi ruang, saling menjaga.

Di Slawi, Minggu pagi itu, kebudayaan tidak hanya dipertontonkan. Ia hidup, bergerak, dan menyatukan, di bawah langkah para penggotong Toapekong dan dalam semangat masyarakat yang datang dari berbagai penjuru.

Kirab Seng Thian tahun ini bukan sekadar perayaan. Ia adalah pesan Indonesia selalu punya ruang bagi keberagaman untuk tumbuh berdampingan dengan damai (sugeng ph/Red)

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *