Karanganyar – Di tengah pesatnya kemajuan dunia digital, teknologi sekarang seolah membanjiri setiap aspek kehidupan manusia. Kehadiran kecerdasan buatan (AI) tidak lagi menjadi sesuatu yang asing bagi generasi Z dan Alpha. Bagi mereka, AI bukan sekadar alat, melainkan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
AI memberi berbagai manfaat yang luar biasa dalam kehidupan. Mempercepat pekerjaan, meningkatkan efisiensi, dan membantu mengurangi kesalahan manusia. Di bidang kesehatan, AI mendukung diagnosis lebih cepat dan akurat. Di sektor pendidikan, AI mempermudah pembelajaran. Selain itu, AI juga dapat digunakan dalam otomasi industri, meningkatkan produktivitas, serta mempermudah pengambilan keputusan dengan analisis data yang lebih tepat. AI membuka banyak peluang baru, membuat kehidupan lebih mudah dan inovatif.
Sebagai pendeta muda yang ditahbiskan pada 8 Februari 2025, Pdt. Dinah Bessdorina Maribunga, S.Fil memiliki pandangan tersendiri mengenai fenomena AI yang tengah berkembang pesat. Ia melihat AI bukan hanya sebagai alat, tetapi sebagai anugerah Tuhan yang bisa membantu manusia dalam keterbatasannya.
Menurut Pdt. Dinah, AI merupakan hasil dari kecerdasan manusia yang bertujuan untuk mempermudah dan membantu manusia.
“AI merupakan anugerah Tuhan melalui kecerdasan manusia yang dapat menciptakan sistem bantuan berpikir bagi manusia,” ujar Pdt. Dinah, salah satu peserta yang mengikuti HUT 94 Sinode GKJ di Salatiga
Namun, ia juga menegaskan, meskipun AI cukup bermanfaat, ada sisi gelap di balik kemajuan teknologi ini. Pdt. Dinah mengungkapkan keprihatinannya terhadap penyalahgunaan AI oleh sebagian orang yang memanfaatkan teknologi ini guna kepentingan pribadi semata. Sebab, kini tidak sedikit orang yang kehilangan pekerjaan karena tugas-tugas mereka yang sebelumnya dapat dikerjakan manusia, kini digantikan oleh teknologi AI.
“Atas nama efisiensi, ada orang-orang tertentu yang memanfaatkan kecanggihan AI untuk keuntungan diri dan kelompok bisnisnya. Menggantikan tenaga manusia, karena dengan menggunakan AI, pekerjaan menjadi cepat selesai. Tidak sedikit pekerjaan yang dapat digantikan AI. Dampaknya, tidak sedikit orang yang kehilangan pekerjaan karena AI,” lanjutnya.
Kendati demikian, Pdt. Dinah menekankan pentingnya hidup berdampingan dengan ekosistem digital yang semakin berkembang ini.
“AI telah menjadi ekosistem bagi manusia saat ini, dan sebaiknya manusia dapat hidup berdampingan dengan ekosistem digital ini,” tegasnya.
Menurutnya, kebijaksanaan dalam menggunakan teknologi ini adalah hal yang cukup penting, agar AI tidak menjadi ancaman, melainkan menjadi alat yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Dalam hal ini, kebijaksanaan yang dimaksudkan oleh Pdt. Dinah adalah hikmat yang dapat diperoleh dari Tuhan melalui ajaranNya.
“Keberadaan AI sejatinya untuk menolong manusia dengan keterbatasannya,” tambah Pdt. Dinah, yang menyadari bahwa teknologi memiliki peran besar dalam membantu umat manusia.
Seperti yang disampaikannya, AI dapat menjadi teman yang membantu dalam menyelesaikan berbagai masalah. Ia berbagi pengalaman pribadinya sebagai seorang pendeta yang baru saja ditahbiskan di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Karanganyar. Ia merasa terbatas dalam berbahasa Jawa. Baginya Bahasa Jawa menjadi salah satu kendala dalam pelayanan.
“Saya lahir dan besar di Cibinong Bogor, dan saya menempuh pendidikan Teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta. Latar belakang perjalanan kehidupan tersebut membuat saya kesulitan dalam berbahasa Jawa,” ujarnya.
Berkat kehadiran AI, dirinya terbantu dalam menjalankan tugasnya. Sebagai contoh, dalam tugas memimpin ibadah berbahasa Jawa Ia mulai dengan membuat khotbah berbahasa Indonesia, selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa.
“Awalnya, AI hanya mampu mengenali bahasa Jawa pada level dasar. Namun, seiring waktu, AI semakin pintar dan mampu menguasai berbagai tingkatan bahasa Jawa, seperti Ngoko, Madyo, dan Kromo Inggil. Keberadaan AI sungguh menjadi teman bagi saya,” ungkap Pdt. Dinah. Baginya, AI bukan sekadar alat, melainkan saluran berkat Tuhan yang membantu mengatasi keterbatasannya.
Pandangan Pdt. Dinah ini memberikan perspektif yang berbeda mengenai peran AI dalam kehidupan modern. Bagi sebagian orang, AI mungkin dianggap sebagai ancaman yang menggerus pekerjaan dan menggantikan peran manusia. Namun, bagi Pdt. Dinah, AI dapat menjadi teman yang memberi harapan. Dengan sikap yang tepat, manusia bisa hidup berdampingan dengan teknologi dan memanfaatkannya untuk kebaikan bersama.
Sebagai penutup, Pdt. Dinah menyampaikan, “Dunia akan sangat prihatin jika manusia merusak ekosistem digital ini hanya untuk kepentingan diri pribadi. Oleh sebab itu, hidup berdampingan dengan AI perlu diiringi dengan kebijaksanaan manusia. Dan kebijaksanaan itu hanya dapat kita peroleh dari Allah,” pungkasnya. (sugeng ph)