Pada Rabu Abu tahun ini, Gereja Kristen Jawa (GKJ) Slawi kembali melaksanakan ibadah dengan tema Membarui Hati dengan Mawas Diri. Ibadah yang dilaksanakan pada hari Rabu, 5 Maret 2025 menjadi kesempatan bagi setiap jemaat merenung pentingnya memperbaharui hati dalam perjalanan rohani mereka, terutama menjelang masa Paskah.
Mengapa Perlu Membarui Hati?
Membarui hati menjadi sebuah kebutuhan yang penting dalam hidup jemaat. Kesadaran bahwa hati manusia perlu diperbaharui merupakan langkah awal menuju kehidupan yang lebih baik.
Salah satu tokoh penting dalam sejarah gereja, teolog dan ahli filsafat Bonaventura yang hidup pada abad XIII, menekankan pentingnya meninjau hati nurani. Menurutnya, hati nurani adalah kemampuan manusia untuk melihat ke dalam dirinya dan mampu mendeteksi apa yang baik dan apa yang buruk.
Puasa sebagai Sarana Pembaruan
Puasa, yang sudah ada sejak zaman Israel kuno, merupakan salah satu cara umat membaharui hati mereka. Pada masa kejatuhan Israel (586 SM), bangsa Israel semakin merasakan pentingnya berpuasa. Seiring dengan perjalanan waktu umat melaksanakan puasa hanya berdasarkan tradisi tanpa penghayatan iman. Puasa menjadi kehilangan makna, sebab hanya menjadi ajang kesombongan dan pamer rohani.
Melalui Yesaya, diserukan bahwa puasa yang dikehendaki Tuhan adalah puasa yang menyentuh hati dan mengarah pada keadilan sosial: membebaskan yang tertindas, memberi perhatian kepada yang lapar, menderita, telanjang, supaya hidup dalam kedamaian.
Mawar Diri melalui Berdoa, Berpuasa, dan Bersedekah
Pada Rabu Abu ini, umat diajak membuka diri dan mawas diri. Pembaruan hati ini diwujudkan melalui tiga tindakan utama: berdoa, berpuasa, dan bersedekah. Berdoa menjadi sarana untuk menyatukan diri dengan Tuhan, berpuasa sebagai gerakan disiplin diri, dan bersedekah sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama. Semua merupakan tindakan nyata memperbaharui hubungan umat dengan Tuhan, diri sendiri, dan sesama.
Ibadah di GKJ Slawi: Menyentuh Hati dengan Perenungan Abu
Ibadah Rabu Abu di GKJ Slawi Induk dipimpin oleh Calon Pendeta Terpilih, Sdr. Yudha Waskito, S.Si, sedangkan di GKJ Slawi Pepanthan Balapulang dipimpin oleh Sdri Immanuela Valentina Mulyasiwi, S.Si, dan di GKJ Slawi Pepanthan Prupuk dipimpin oleh Pdt. Dr. K.R.T. Sugeng Prihadi, M.Min, M.Th.
Dalam ibadah ini, jemaat diajak merenung dan membuka hati dengan torehan abu yang dioleskan di dahi, sebagai simbol dari proses pembaruan dan pertobatan.
Dengan demikian, Ibadah Rabu Abu jemaat GKJ Slawi tidak sekadar rutinitas ibadah biasa, tetapi menjadi peristiwa penting untuk memperbaharui hati dan berkomitmen kembali dalam perjalanan rohani menuju Paskah.
Perjamuan Kasih di Ibadah Rabu Abu GKJ Slawi Pepanthan Prupuk
Pada hari itu, sebagian jemaat ada yang menjalani puasa, sementara yang lain memilih berpantang. Meski berbeda cara dalam menjalani ibadah, semuanya dipersatukan dalam semangat kebersamaan.
Secara khusus di Jemaat Pepanthan Prupuk membawa makanan dari rumah masing-masing sebagai tanda kasih dan perhatian satu sama lain. Hal yang menyentuh hati bagi jemaat yang tidak membawa makanan, mereka mendapat makanan dari jemaat lain. Ini menjadi simbol nyata dari perjamuan kasih yang mengingatkan pada ajaran Paulus kepada jemaat di Korintus tentang pentingnya saling berbagi dalam kasih dan kerendahan hati.
Perjalanan rohani yang dimulai dengan ibadah Rabu Abu dan berlanjut sampai Paskah, di mana umat akan menjalani puasa atau berpantang selama 40 hari ke depan. Kebersamaan dalam makan bersama ini menandai komitmen jemaat untuk terus berdoa, berpuasa, dan berbagi dengan sesama sebagai bagian dari pertobatan dan pembaruan hati.
Dengan semangat kebersamaan dan kasih, Perjamuan Kasih di GKJ Slawi Pep. Prupuk menjadi peneguhan makna puasa dan pengorbanan dalam kehidupan umat Kristen (sugeng ph/Red)