Yogyakarta – Di balik gemuruh suara takbir yang menggema saat Idul Fitri, ada kisah menarik tentang kerukunan lintas agama yang terjalin kuat dalam keluarga besar Mbah Tirtorejo di Yogyakarta. Keluarga yang meski berbeda agama, tetap menjaga tali silaturahmi dan kasih sayang yang mendalam antar sesama, terlepas dari perbedaan keyakinan yang ada.
Mbah Tirta, yang dikenal dengan nama asli Tirtoreja, memiliki tiga orang anak yang kini meneruskan warisan kasih sayang dan kerukunan yang ditanamkan sejak lama. Keluarga ini tidak hanya besar dalam jumlah, tetapi juga dalam keberagaman yang menyatukan mereka.
Sadirah: Anak Pertama yang Menjadi Jembatan Penghubung
Sadirah, anak pertama dari Mbah Tirta, sosok yang memegang peran penting dalam menjaga kerukunan keluarga. Saat ini, Sadirah tinggal di Pakem, Sleman, bersama keluarga besarnya yang telah berkembang menjadi 62 orang. Anak-anaknya tersebar di berbagai daerah, mulai dari Kalimantan, Lampung, hingga Jakarta. Sebagian besar dari mereka beragama Islam, namun ada satu keluarga yang beragama Katolik, menjadikan keluarga ini sebagai contoh nyata dari kerukunan lintas agama.
Sarijem: Anak Kedua yang Teguh Menjaga Tradisi Keluarga
Sarijem, anak kedua, memiliki sembilan orang anak. Kini, keturunannya berjumlah 52 orang. Sebagian besar dari mereka beragama Islam, dan lima kepala keluarga (KK) tinggal di sekitar Sleman. Meskipun demikian, hanya keluarga Sarijem yang tinggal di luar Sleman, menjadikan mereka sebagai salah satu dari sedikit keluarga besar yang menjaga hubungan erat dengan keluarga besar Tirto.
Sarijem menekankan pentingnya menjaga silaturahmi dan saling mendukung, terutama dalam hal pendidikan anak cucu. Ia percaya bahwa keluarga besar yang terbentuk dari berbagai latar belakang agama dan budaya ini memiliki tanggung jawab moral untuk saling membantu dalam membangun masa depan yang lebih baik.
Rubianto: Anak Ketiga yang Menjaga Keseimbangan Keluarga
Rubianto, anak ketiga dari Mbah Tirta, memiliki lima orang anak, yang kini telah berkembang menjadi 36 orang, tersebar di berbagai daerah seperti Jember, Ternate, Bantul, dan Purwareja. Keluarga Rubianto menjaga keberagaman dengan bijaksana dan tetap menjaga kerukunan meskipun tinggal di tempat yang berjauhan.
Mereka sangat percaya bahwa keberagaman bukanlah penghalang, melainkan sebuah kekuatan yang memperkaya kehidupan mereka. Dalam keluarga besar ini, meski ada yang beragama Islam, ada yang beragama Kristen dan Katolik, namun perbedaan ini tidak pernah menjadi penghalang untuk saling menghargai dan menjaga keharmonisan.
Pertemuan Keluarga Besar Mbah Tirta: Satu Hari untuk Mempererat Tali Silaturahmi
Setiap tahun, keluarga besar Mbah Tirta berkumpul merayakan hari raya Idul Fitri. Pertemuan ini tidak hanya bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi, tetapi juga untuk memberikan kesempatan bagi setiap anggota keluarga untuk berbagi kebahagiaan dan dukungan. Acara ini diadakan secara bergiliran di rumah salah satu dari 12 anak-anak Mbah Tirto. Dalam setiap pertemuan, keluarga besar ini saling berbagi cerita, mengenang masa lalu, dan merencanakan masa depan yang lebih baik.
Tujuan utama dari pertemuan ini memperkuat kerukunan antar keluarga besar, meskipun memiliki perbedaan agama dan tempat tinggal yang berjauhan. Perayaan ini menjadi peristiwa yang sangat berarti, terutama dalam menerapkan kasih sayang yang tidak terbatas pada satu agama atau kelompok tertentu. Mereka semua berbagi visi yang sama: menjaga keharmonisan dan memberikan pendidikan yang baik bagi anak cucu mereka, agar generasi mendatang dapat hidup dalam kedamaian dan saling menghargai.
Sebuah Pelajaran Tentang Kerukunan dan Kasih Sayang
Keluarga besar Mbah Tirto contoh nyata bahwa kerukunan lintas agama bukan hanya sebuah impian, tetapi sebuah kenyataan yang dapat diwujudkan melalui saling pengertian dalam kasih sayang. Meskipun ada perbedaan keyakinan, mereka tetap bersatu dengan semangat kebersamaan, berbagi kebahagiaan, dan saling mendukung satu sama lain. Dalam setiap pertemuan keluarga, mereka tidak hanya merayakan Idul Fitri, tetapi juga merayakan keberagaman yang memperkaya kehidupan mereka.
Cerita ini mengajarkan pada kita bahwa dalam kehidupan yang ada dengan perbedaan, tetapi saling menghargai dan menjaga kerukunan adalah kunci untuk hidup berdampingan dengan damai. Sebuah pelajaran berharga dari keluarga besar Mbah Tirto yang dapat menjadi inspirasi bagi kita semua.
(Penuturan dari Bapak Suyanto – Tokoh Sejarah GKJ Slawi Pepanthan Prupuk)